Disini kami bertemu. Aku dan dirinya di senja waktu itu. Diiringi alunan gemerisik musik alam dan temaram semburat cahaya ungu senja. Kami bertaut dalam sunyi. Lalu, tatapan kami bertemu dalam diam. Masing-masing sibuk mengartikan tatapan onyx dan emerald itu.
Shilla kembali membidikkan kameranya pada siluet senja. Ini sudah jepretan yang ke enambelas, namun ia tidak pernah bosan melihat gambar tersebut. Sejenak ia berhenti membidik dan menatap cukup lama pada matahari yang mulai beringsut kembali ke peraduannya. Ia tersenyum lepas seolah tanpa beban.
“Mengapa senja selalu bisa menghipnotis siapapun yang melihatnya? Apakah ia memiliki medan magnet tersendiri yang membuat orang-orang bisa tertarik padanya?” Shilla bergumam sambil terus menatap kedepan.
“Karena senja sangat sempurna. Ia hampir tidak memiliki kekurangan secara fisik. Ia selalu bisa memukau orang yang melihatnya.Yaa contohnya lo sendiri,” entah dari mana asalnya suara itu, tapi Shilla merasa ia ada di belakangnya. Dengan gerakan perlahan, Shilla segera menengok kebelakang. Hal yang pertama kali ia lihat adalah muka seorang laki-laki yang pucat sambil tersenyum ramah. Bahkan Shilla hanya bisa diam mematung tersihir oleh senyumannya itu.
“Se…sejak kapan kamu disini?” Shilla bertanya dengan suara bergetar.
“Hey..kenapa lo kelihatannya takut? Gue bukan setan kok.”
“Ya.. gue juga biasa ke tempat ini kalau pas matahari terbenam, karena gue juga nggak mau kehilangan momen indah kayak gitu,” lanjutnya disertai cengirannya yang menurut Shilla cukup konyol.
Shilla hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Saat ia melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya, ia baru sadar kalau sudah jam 6 sore.
“Gue Cakka, lo?” laki-laki tadi mengulurkan tangannya dihadapan Shilla. Perlu waktu cukup lama bagi Shilla untuk merespon tindakan Cakka barusan. Dengan ragu, Shilla menerima uluran tangan Cakka.
“Shilla,” ucapnya sambil tersenyum manis.
“Ya… sebenernya gue udah tau lo sih, hehe. Secara lo kan adik kelas gue,” Cakka menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Berarti Kakak sekolah di SMA Global Jaya? Pantes kayak pernah liat.”
Cakka kembali mengeluarkan cengiran konyolnya itu. Cengiran yang sangat khas pada diri Cakka. Lalu, pertemuan ini merupakan awal kisah klasik antara kedua remaja tersebut.
***
“Hey Shill!” tanpa menengokpun Shilla sudah tau siapa yang memanggilnya barusan. Ya! Suara bariton itu sudah terekam jelas di memori otaknya.
“Iya kak, kenapa?”
“Sendirian?” Cakka tampak terengah-engah begitu di depan Shilla. Ia segera mengusap keringat yang bercucuran di dahinya.
“Enggak, kan sama Kak Cakka sekarang,” ucap Shilla santai.
“Yaiyalah sekarang sama gue, maksudnya lo pulang sendirian? Bareng gue aja yuk!” ujar Cakka sambil menaik turunkan alisnya, namun Shilla tampak berpikir.
“Udah ah yuk kelamaan mikir deh lo,” Cakka menarik tangan kiri Shilla menuju ke parkiran.
“Yee aku kan belum nge-iyain Kakak udah main tarik aja,” tukas Shilla memasang tampang cemberutnya.
“Lo kalo monyong-monyong gitu udah kayak bebek noh.”
“Ih apa banget deh nggak lucu tau! Shilla mau pulang sendiri aja ah!”
“Eh jangan ngambek dong ntar cantiknya luntur loh,” Cakka merangkul Shilla sambil menatapnya dalam.
“Iya deh iyaa,” Shilla menundukkan wajahnya yang memerah. Ia sudah cukup salah tingkah karena Cakka yang menatapnya barusan.
“Ya Tuhan… perasaan apa ini?” batin Shilla.
Senja telah menciptakan peristiwa yang tidak bisa dihitung dengan jari tangan. Senja membuatku merasakan sepercik kebahagiaan. Entah sejak kapan rasa ini tercipta. Rasa ini nyata, namun seakan semu. Rasa ini membuncah dalam diam. Rasa ini bagaikan candu bagiku.
Entah mengapa, Cakka sudah seperti menjadi candu baginya. Senyumannya, cengiran khasnya, caranya berbicara, dan masih banyak hal lain yang membuat Shilla diam-diam menaruh rasa pada Cakka. Rasa yang sudah mengendap dalam beberapa kurun waktu.
Sejak pertemuan mereka waktu itu, kini Shilla dan Cakka menjadi sangat akrab. Mereka juga sering menyaksikan senja di danau belakang rumah Shilla. Seiring bertambahnya frekuensi pertemuan diantara keduanya, semakin berkembang pula perasaan Shilla pada Cakka.
“Kadang-kadang Kakak ngerasa iri nggak sama senja. Ia bisa sempurna. Ia bisa membuat orang-orang yang melihatnya langsung jatuh cinta padanya, hm?” tanya Shilla yang duduk tak jauh dari Cakka.
“Rasa iri itu pasti ada, tapi kalau dipikir-pikir, setiap orang pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ya, kelebihan senja, ia mampu menyembunyikan segalanya dengan keindahan dirinya itu. Tapi, kalau mendung datang, keindahan senja itu tergantikan oleh buliran hujan. Sama seperti manusia. Mereka sangat pintar menyembunyikan perasaannya dibalik senyumnya. Kita nggak pernah tau perasaan orang itu. Ya.. Cuma orang-orang hebat yang bisa setegar dan mampu melakukan itu,” Cakka berceloteh panjang lebar. Dalam diam, Shilla mengiyakan kata-kata Cakka barusan. Ia bahkan masih mampu bertahan mencintai Cakka secara diam-diam. Ia bahkan mampu menaruh rasanya yang tak kunjung terbalaskan. Ya, seperti yang diucapkan Cakka tadi, ia makhluk yang hebat dan tegar.
***
Kedekatan Cakka dan Shilla sudah berlangsung tiga bulan. Bahkan banyak beredar gosip bahwa keduanya sudah berpacaran. Namun, baik Cakka maupun Shilla sering mengelak jika ditanya oleh teman-temannya. Sebenarnya Shilla sangat sakit saat mendengar Cakka berkata ‘Gue nggak ada apa-apa kok sama Shilla’ , ‘Ah Cuma gosip tuh’ , ‘Jangan ngaco ah, gue udah nganggep dia kayak adik gue sendiri’ dan masih banyak ucapan lain yang mengiris ulu hati Shilla. Terkadang, ia merasa manusia paling bodoh karena telah mencintai laki-laki yang sudah jelas tidak mencintainya. Tapi, kenapa selama ini Cakka seakan menaruh harapan pada Shilla? Harapan yang pada akhirnya pias seiring berjalannya waktu.
“Eh Shill, tadi lo dicariin sama Kak Cakka tuh di kelas, eh malah nggak taunya lo semedi disini,” Shilla yang tengah asyik melamun dikagetkan oleh suara teman sebangkunya, Sivia.
“Via lo ngagetin gue aja sih. Eh tapi lo nggak bilang kan sama Kak Cakka kalo gue lagi di perpus?” Shilla tampak was-was jika Via memberitahu keberadaannya pada Cakka, karena untuk sementara waktu ini ia ingin mejerihkan pikirannya dulu dari bayang-bayang Cakka.
“Ya enggak lah, kan gue nggak tau kalo lo lagi si perpus. Shill, kenapa sih kayaknya akhir-akhir ini lo ngejauhin Kak Cakka deh. Lo lagi ada masalah sama dia?” ucap Via sambil duduk di depan Shilla.
Shilla masih diam. Ia tidak tau harus menjawab apa. Sebenernya memang ada masalah, dan masalahnya adalah ternyata Cakka hanya menganggapnya sebagai adik, tak lebih, seperti yang Shilla harapkan. Tapi itu memang sudah resikonya. Resiko yang harus Shilla terima karena sudah menaruh harapan berlebih pada kakak kelasnya itu.
“Hellooo Ashilla lo masih idup kannn?”teriakan Via membuat lamunan Shilla buyar seketika.
“Sialan lo vi, iya gue masih disini lah.”
“Terus lo kenapa jauhin Kak Cakka? Kalo kalian lagi ada masalah, lo bisa cerita sama gue. Seenggaknya dengan cerita ke gue bisa ngeringanin beban lo,” Via menatap Shilla dengan intens.
Shilla tampak berpikir sebentar. Benar juga dengan apa yang dikatakan Via barusan, mungkin perasaannya bisa jauh lebih lega bila ia cerita dengan Via. Akhirnya Shilla menceritakannya pada Via secara runtut, mulai pertemuan pertama mereka, kedekatan mereka akhir-akhir ini, hingga klimaksnya, perasaan Shilla yang tak terbalaskan.
“Gue emang manusia terbego vi, bisa-bisanya gue suka sama orang yang cuma nganggep gue sebagai adiknya. Rasanya sakit vi… dan mulai sekarang gue bakal ngejauhin dia. Gue nggak mau perasaan ini berlaut-larut,” ucap Shilla mengakhiri ceritanya.
“Lo nggak salah kok Shill. Jatuh cinta itu hak setiap orang. Nggak ada yang bisa nglarang lo buat suka sama Kak Cakka. Tapi kalo emang udah keputusan lo buat njauhin Kak Cakka, gue nggak bisa nglarang lo. Mungkin ini udah waktunya buat lo move on Shill,” Sivia merangkul Shilla yang tengah menangis sesenggukan.
“Dan satu lagi, stop crying Ashilla! Apalagi karena cowok. Nggak kece tau,” Sivia melepaskan pelukannya pada Shilla, dan mengerlingkan sebelah matanya.
Sudah menjadi kebiasaan Shilla sekarang. Ketika bel pulang sekolah ia langsung pulang ke rumah, dan saat istirahat ia langsung menuju ke perpustakaan. Ia sudah membulatkan tekadnya. Ia benar-benar ingin melupakan Cakka.
“Katanya sih Angel mau pulang dari Australia vin bulan ini,” Shilla sempat mendengar percakapan antara Cakka dan Alvin saat di tepi lapangan basket.
“Terus? Kenapa lo kok keliatannya nggak bahagia gitu? Dia kan pacar lo.”
Deg. Apa Shilla tidak salah dengar? Angel? Pacarnya Cakka? Ya! Angel itu kakak kelas Shilla waktu SMP. Memang orangnya cantik dan baik, pantas kalau Cakka menyukainya.
‘Oke gue cukup tau. Jadi selama ini Kak Cakka emang udah punya pacar?’. Shilla segera melangkah meninggalkan mereka diam-diam. Ia tidak ingin mendengar kemungkinan hal lain yang akan lebih menyakitkan hatinya.
“Iya vin… nggaktau kenapa gue ngerasa biasa aja. Apa jangan-jangan gue udah mulai nggak suka ya sama Angel? Lagian selama ini kita juga jarang kontakan.”
“Serius lo kka? Jangan bilang sekarang lo malah suka sama Shilla,” tebak Alvin.
“Gue bingung vin, akhir-akhir ini Shilla ngejauhin gue dan rasanya gue sakit vin. Gue bisa gila karena yang ada di otak gue itu cuma Shilla,” Cakka mengacak-acak rambutnya frustasi.
“Kalo gitu berarti posisi Angel udah tergantikan sama Shilla kka,” ucap Alvin mengambil kesimpulan.
“Tergantikan? Maksudnya gue udah nggak suka lagi sama Angel?”
“Kalo itu sih tanya aja sama diri lo sendiri bro!” ujar Alvin dan meninggalkan Cakka sendirian.
“Apa iya gue suka sama Shilla?” gumamnya lirih.
***
Aku tak tau, entah sampai kapan aku akan bertahan. Bertahan pada pijar-pijar harapan yang mulai luntur. Yang pada akhirnya akan menimbulkan buih-buih kerinduan yang mencekam. Aku berusaha menampung rinduku yang menguak. Melalui sajak angin senja ini aku titipkan salam rinduku padamu.
Apa yang akan kau lakukan ketika kamu tahu bahwa telah sia-sia menanam sebuah harapan kepadanya? Meninggalkannya? Membencinya? Atau tetap memujanya?
Sudah cukup lama Shilla tidak mengunjungi danau belakang rumahnya. Sore ini ia memutuskan untuk pergi kesana, sekedar untuk melihat senja, mungkin senja dapat membantu menetralisir hatinya yang tengah gundah.
Shilla menghirup udara disekitarnya dalam-dalam. Menampung oksigen sebanyak-banyaknya di paru-paru. Danau ini masih sama. Danau yang menjadi saksi bisu awal pertemuannya dengan Cakka. Shilla segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak! Ia tidak boleh mengingat hal itu lagi. Hal yang membuatnya berlarut-larut dalam kesedihan. Namun, semakin ia mencoba untuk melupakan, justru rasa rindunya pada Cakka semakin memuncak.
“Ternyata lo nggak berubah ya.. masih menggilai senja,” suara bariton itu mengagetkan Shilla. Reflek, Shilla menengokkan kepalanya ke sumber suara itu.
“Tapi ada yang buat lo berubah Shil… lo jadi ngejauhin gue. Lo berusaha untuk menjauh dari gue. Sebenernya ada apa sih Shill? Gue salah apa sama lo?” Cakka berjalan mendekati Shilla yang masih saja mematung.
“Lo tau nggak Shill? Gue hampir gila gara-gara kelakuan lo akhir-akhir ini. Gue uring-uringan nyariin lo. Tapi kenapa lo selalu menghindar dari gue?”
“Kakak nggak usah capek-capek nyariin aku. Mulai sekarang, anggep aja kita nggak saling kenal,” desis Shilla tajam.
“Kenapa Shill? Sebutin salah gue sama lo! Dan… gue nggak mau kehilangan lo karena…” Cakka menggantungkan ucapannya.
“Gue suka sama lo,” sambungnya kemudian.
“Sebagai adik kan? Udah deh kak, nggak usah ngasih harapan kosong sama aku. Stop sampai disini! Aku udah capek,” Shilla mengalihkan matanya ke arah senja yang semakin indah.
“Gue suka lo sebagai perempuan yang menduduki tahta tertinggi dihati gue,” ucap Cakka.
“Lalu? Gimana sama Kak Angel? Kakak suka sama aku tapi status kakak masih berpacaran sama Kak Angel kan? Kakak egois tau nggak! Kakak jahat!” Shilla mulai menitikkan airmatanya di depan Cakka. Sedari tadi, sekuat tenaga ia menahan agar air mata itu tidah jatuh, tapi pertahanannya runtuh juga.
“Lo tau darimana tentang Angel?”
“Kakak nggak perlu tau aku tau dari mana tentang Kak Angel, yang penting sekarang anggep aja kita nggak pernah ketemu dan nggak saling kenal,” Shilla meninggalkan Cakka sendirian di tepi danau.
“Argghh kenapa harus serumit ini?”
Hingga hampir acara kelulusan, hubungan Cakka dan Shilla tak kunjung membaik. Justru selama ini mereka tak pernah bercengkerama satu sama lain. Hal ini membuat Cakka selalu terbayang-bayang oleh Shilla. Sudah hampir satu bulan yang lalu ia memutuskan hubungannya dengan Angel. Ia berniat untuk mengutarakan perasaannya kembali pada Shilla, namun ia masih ragu kalau Shilla akan menolaknya lagi.
“Vi please bantu gue yaa… ajak dan bujuk Shilla biar dia mau dateng ke acara kelulusan besok malem,” kali ini Cakka berusaha merayu Via untuk membantunya.
“Emang kenapa sih kak? Bukannya kakak udah nggak peduli lagi sama Shilla?”
“Please vi… gue mau ngungkapin perasaan gue ama Shilla. Bantu gue dong yayaya,” Cakkapun mengeluarkan jurus puppy eyesnya.
“Oke deh oke. Nggausah sok melas gitu kali. Tapi kakak harus janji nggak boleh nyakitin hati Shilla lagi.”
“Tanpa lo suruh gue bakal ngelakuin itu vi.”
Pada malam acara kelulusan, semua siswa SMA Global Jaya turut serta meramaikan. Sebenarnya Shilla enggan mengikuti acara ini,tapi setelah dipaksa oleh Via, akhirnya dia mau datang ke acara kelulusan. Kesan pertama yang ia tangkap adalah kebisingan. Jujur, Shilla tidak suka dengan suasana ramai seperti ini. Terlebih akhir-akhir ini ia lebih sering menyendiri dibanding berbaur dengan teman-temanya.
“Gila Shill lo cantik banget sih. Duh kesaing deh gue,” goda Via setiba di acara itu. Shilla hanya tersenyum masam menanggapi Via.
“Dan inilah perwakilan penampilan kelas 12. Lets see!” suara MC menambah keramaian acara. Namun Shilla tetap saja diam dan tak acuh.
“Selamat malam semuanya…”
“Kami perwakilan dari kelas 12 akan membawakan sebuah lagu untuk kalian semua. Lagu ini khusus buat seseorang yang amat gue sayangi.”
Suara itu? Shilla menajamkan penglihatanya kearah panggung. Benar dugaannya. Ternyata disana telah berdiri Cakka sedang menyanyikan lagu I wont give up.
When I look into your eyes
Its like watching the night sky
Or a beautiful sunrise
Well, When I look into your eyes
It’s like watching the night sky
Or a beautiful sunrise
Well, there’s so much they hold
And just like them old stars
I see that you’ve come so far
To be right where you are
How old is your soul?
Well, I won’t give up on us
Even if the skies get rough
I’m giving you all my love
I’m still looking up
And when you’re needing your space
To do some navigating
I’ll be here patiently waiting
To see what you find
‘Cause even the stars they burn
Some even fall to the earth
We’ve got a lot to learn
God knows we’re worth it
No, I won’t give up
I don’t wanna be someone who walks away so easily
I’m here to stay and make the difference that I can make
Our differences they do a lot to teach us how to use
The tools and gifts we got, yeah, we got a lot at stake
And in the end, you’re still my friend at least we did intend
For us to work we didn’t break, we didn’t burn
We had to learn how to bend without the world caving in
I had to learn what I’ve got, and what I’m not, and who I am
I won’t give up on us
Even if the skies get rough
I’m giving you all my love
I’m still looking up, still looking up.
Well, I won’t give up on us
God knows I’m tough enough
We’ve got a lot to learn
God knows we’re worth it I won’t give up on us
Even if the skies get rough
I’m giving you all my love
I’m still looking up there’s so much they hold
“This song specially for you, come on girl, Ashilla Zahrantiara!”
Serentak ruangan itu gegap gempita heboh menyoraki Cakka dan Shilla. Bahkan Dayat tak henti-hentinya bersiul-siul.
“Cieee pasangan lama bersatu kembali suittt suittt!” Dayat semakin heboh melancarkan aksinya. Namun Cakka tak memperdulikan hal itu. Ia segera berjalan menuju ke tempat Shilla berdiri. Bak presiden, semua orang memberi jalan untuk Cakka yang tampak tenang menghampiri Shilla. Tatapan mereka bertemu. Shilla tak bisa melepaskan pandangannya dari tatapan Cakka. Ia merasa sangat rindu akan tatapan itu.
“Shill, maafin gue selama ini udah ngecewain lo. Udah nyakitin lo. Gue tau bue berdosa banget sama lo, tapi gue nggak bisa ngelak kalo sebenernya gue sayang banget sama lo. So.. would you be mine?” ucap Cakka tepat dihadapan Shilla. Cakka masih terus menatap Shilla dengan tatapan mata yang teduh. Tidak hanya Cakka yang menanti jawaban dari Shilla, semua orang yang ada di ruangan itupun penasaran dengan jawaban yang akan diberikan oleh Shilla.
“Yes I would! Im yours now!” ucap Shilla mantap. Ia tidak bisa lagi memungkiri perasannya pada Cakka.
“Really? Thank you baby,” Cakka langsung memeluk Shilla dengan erat. Ia sangat bahagia. Kelewat bahagia malah.
“Ciee cieee PJ nih PJ.” Terdengar sorak sorai dari teman-teman Cakka maupun Shilla. Yang disoraki hanya bisa tersenyum bahagia. Dan akhirnya perasaan kedua remaja ini dapat bertaut. Melahirkan sebuah rasa bahagia tak berujung.
***
“Kak, senjanya indah ya,” Shilla meletakkan kepalanya di bahu Cakka.
“Iya Shill, tapi kamu lebih indah. Lebih idah dari apapun yang ada,” ucap Cakka sambil mengelus rambut Shilla.
“Gombal ih Kak Cakka,” Shilla hanya bisa tersipu malu mendengar ucapan Cakka.
“Iya beneran Shill. Dan aku janji bakal jaga kamu dan nggak pernah ninggalin kamu.”
“Promise?” Shilla menatap Cakka dengan polosnya.
“I promise that dear,” Cakka mengecup puncak kepala Shilla.
Kembali, senja menyaksikan dua anak manusia yang sedang berbalut kebahagiaan. Senja telah setia menjadi penonton aksi drama sepasang remaja ini. Perkenalan, pertengkaran, hingga kemesraan. Senja mampu membuat kita merasakan dua perasaan yang berbeda.